Peran Lingkungan Dalam Pengembangan Huruf Anak
Pengembangan Karakter - Pada postingan kali ini, situs akan mencoba mengulas mengenai bagaimana kiprah lingkungan dalam pengembangan aksara anak. Bahwa sudah bukan perihal gres lagi pembudayaan aksara mulia perlu dilakukan demi terwujudnya aksara mulia yang merupakan tujuan simpulan dari suatu proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah, kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun aksara mulia di kalangan sivitas akademika dan para karyawannya. Karena itu, forum pendidikan mempunyai kiprah dan tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan aksara (pendidikan moral) bagi para penerima didik yang didukung dengan membangun lingkungan yang aman baik di lingkungan kelas, sekolah, daerah tinggal penerima didik, dan di tengah-tengah masyarakat.
Untuk merealisasikan aksara mulia sangat perlu dibangun budaya atau kultur yang sanggup mempercepat terwujudnya aksara yang diharapkan. Kultur merupakan kebiasaan atau tradisi yang sarat dengan nilai-nilai tertentu yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam aneka macam aspek kehidupan. Kultur sanggup dibuat dan dikembangkan oleh siapa pun dan di mana pun.
Baca juga: Membangun Kultur Pendidikan yang Efektif
Model Pengembangan Karakter pada Anak
Michele Borba mengatakan contoh atau model untuk pembudayaan aksara mulia. Ia memakai istilah “membangun kecerdasan moral”. Dalam bukunya, Building Moral Intelligence: The Seven Essential Vitues That Kids to Do The Right Thing (2001) (Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi, 2008), Borba menguraikan aneka macam cara untuk membangun kecerdasan moral. Menurut Borba (2008: 4) kecerdasan moral yaitu kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yakni mempunyai keyakinan etika yang berpengaruh dan bertindak menurut keyakinan tersebut, sehingga ia bersikap benar dan terhormat. Borba mengatakan cara untuk menumbuhkan aksara yang baik dalam diri anak, yakni dengan menanamkan tujuh kebajikan utama (karakter mulia): empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Ketujuh macam kebajikan inilah yang sanggup membentuk insan berkualitas di mana pun dan kapan pun.
Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang. Hati nurani yaitu bunyi hati yang membantu anak menentukan jalan yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang bermoral; membuat dirinya merasa bersalah dikala menyimpang dari jalur yang semestinya. Kontrol diri sanggup membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melaksanakan hal yang benar, dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi berdikari alasannya yaitu ia tahu bahwa dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap mural dan baik hati alasannya yaitu ia bisa menyingkirkan harapan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain. Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan ini ia akan memerhatikan hak-hak serta perasaan orang lain. Kebaikan hati membantu anak memperlihatkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar. Toleransi membuat anak bisa menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, agama, kepercayaan, kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan toleransi ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang menurut aksara merea. Keadilan menuntun anak supaya memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi evaluasi apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak adil dan menuntut supaya setiap orang diperlakukan setara (Borba, 2008: 7-8).
Baca juga: Penanaman Pendidikan Karakter Sejak Dini
Tujuh kebajikan itu menjadi contoh dasar dalam membentuk aksara (akhlak mulia) dan sisi kemanusiaannya sampai sepanjang hidup ia akan menggunakannya. Untuk mendasari itu semua perlu terlebih dahulu diajarkan aneka macam nilai kebajikan yang harus direalisasikan dalam sikap aktual oleh setiap insan dalam kehidupannya seharihari. Dengan demikian, seseorang akan mendapat kualitas sebagai insan kamil, insan yang berakhlak mulia, atau dengan istilah Michele Borba disebut insan yang mempunyai kecerdasan moral.
Metode Meningkatkan Moralitas Anak di Sekolah
Dalam buku 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schools and Youth Settings (1995), Howard Kirschenbaum menguraikan 100 cara untuk bisa meningkatkan nilai dan moralitas (karakter/akhlak mulia) di sekolah yang bisa dikelompokkan ke dalam lima metode, yaitu:
- Inculcating values and morality (penanaman nilai-nilai dan moralitas);
- Modeling values and morality (pemodelan nilai-nilai dan moralitas);
- Facilitating values and morality (memfasilitasi nilai-nilai dan moralitas);
- Skills for value development and moral literacy (ketrampilan untuk pengembangan nilai dan literasi moral; dan
- Developing a values education program (mengembangkan acara pendidikan nilai).
Dari pendapat Kirschenbaum ini maka semua guru harus meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu training aksara siswa melalui proses pembelajaran di kelas dan juga membangun lingkungan yang aman di luar kelas.
Tawaran Kirschenbaum di atas masih perlu ditambah dengan landasan pengembangan kecerdasan religius, alasannya yaitu hal ini telah banyak diakui sebagai kondisi yang sanggup membuat pendidikan aksara sanggup dikelola dengan lebih gampang dengan hasil yang relatif baik. Semu acara yang dilandasi ketakwaan kepada Tuhan akan sanggup membangun kesadaran akan adanya pengawasan Tuhan dalam setiap ucapan dan sikap seseorang (Darmiyati Zuchdi dkk., 2009: 52).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa membangun kultur atau lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan, yakni aksara mulia, sangatlah penting. Tiga lingkungan utama penerima didik, yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat hendaklah dibangun yang sinergis dan bahu-membahu mendukung proses pendidikan dan pembelajaran di kelas. Lingkungan yang buruk tidak hanya menghalangi tercapainya tujuan pendidikan, akan tetapi juga akan merusak aksara penerima didik yang dibangun melalui proses pembelajaran di kelas.
Demikianlah ulasan mengenai Peran Lingkungan dalam Pengembangan Karakter. Semoga sanggup menambah wawasan sahabat-sahabat dan bisa menjadi materi refernsi dalam mengaplikasikannya dalam kegiatan mencar ilmu mengajar di Sekolah.