Sosok R.A. Kartini Di Zaman Modern
Sosok R.A. Kartini di Zaman Modern - Tanggal 21 April, diperingati sebagai "Hari Kartini". Hari dimana seorang tokoh pejuang kaum wanita, R.A Kartini dilahirkan. Hari Kartini sering diperingati dengan banyak sekali kegiatan, antara lain upacara, lomba peragaan busana Kartini, pawai, hingga lomba kreasi masakan tradisional. Namun dalam perkembangannya, peringatan hari Kartini mulai meninggalkan makna utamanya dan hanya menjadi ajang laga gaya maupun keindahan rias perempuan. Baiklah pada postingan kali ini membumikan pendidikan akan share tentang sosok RA. Kartini di zaman modern, berikut ulasannya.
Baca juga: Biografi R.A. Kartini (1879-1904)
Kita pernah mendengar ada pepatah menyampaikan “wanita ialah tiang Negara”, yang bermakna bahwa perempuan memegang peranan penting dalam membangun huruf dan kehidupan bangsa. Dari rahim seorang perempuan yang kita sebut “ibu” akan lahir manusia-manusia yang akan menjiplak apa yang dilihatnya. Ketika seorang anak dilahirkan di lingkungan keras (kekurangan ekonomi), ia akan berguru memperhatikan hidup dengan apa yang ada. Ketika seorang anak dilahirkan di lingkungan mewah, ia akan menjadi pemalas dan manja, ketika anak hidup dalam kasih sayang, ia akan berguru bagaimana mencintai orang lain. Peran perempuan utama ialah bagaimana ia bisa menjadi teladan, pendidikan pertama bagi anak, dan bagaimana ia menjalankan tugasnya sebagai seorang perempuan terutama di lingkungan keluarga. Akan tetapi, pembatasan hak memperoleh pendidikan pada perempuan sanggup membelenggu kiprah perempuan terutama di zaman modern menyerupai kini ini. Hal yang paling sederhana ialah ketika anak mendapat PR dari sekolah, sedangkan ibu tidak bisa membantu penyelesaiannya apalagi tidak bisa membaca sebab keterbatasan pendidikan. Pada akhirnya, menimbulkan ketergantungan pada orang lain yang lebih besar.
Akan tetapi, hal ini tidak berarti perlakuan seorang ibu yang menyuruh anaknya membantu pekerjaan rumah ataupun ikut berdagang, bertindak tidak manusiawi. Justru merekalah Kartini Indonesia. Mereka iku mencari nafkah untuk hidup keluarga. Wanita-wanita perkasa yang bisa memikul beban berat di atas bahu untuk biaya sekolah putra putri mereka. Wanita yang ketika pagi menjelang, bergegas menyalakan asap tungku/kompor untuk sarapan keluarga. Berlari mengejar waktu hingga petang menjelang. Mengajarkan tata krama dan bahasa meski tak sefasih mereka yang menamakan diri sebagai kaum borju, sebagai kaum elit, sebagai kaum ningrat. Mereka yang secara aktual mengajarkan bagaimana menjadi perempuan tegar, bagaimana menjadi perempuan yang tidak hanya menjalankan kodrat dan tugasnya dalam keluarga tetapi juga memahami arti penting pendidikan demi masa depan putra putri mereka.
Bukan wanita-wanita yang berkebaya sutra, bersanggul indah, berhias cincin emas intan permata, bersepatu kaca, berjalan layaknya putrid keratin, hingga duduk bagus bergosip sana sini dan menilai seseorang hanya dari status sosialnya saja. Mendalami bagaimana sosok Kartini kini ini, tidak lepas dari emansipasi perempuan yang ketika ini telah merambah di banyak sekali sisi kehidupan.
Dari kiprah sebagai guru, pedagang, polisi, menjadi kuli panggung, tukang becak, pencari pasir, maupun pekerjaan berat/kasar yang biasanya dilakukan pria pun kini dijalani oleh sosok seorang wanita. Bahkan jabatan politik pemerintahan tidak jauh dari kiprah perempuan, baik dalam kiprahnya sebagai kepala desa, bupati/walikota, anggota legislatif, eksekutif, bahkan forum yudikatif sebagai hakim.
Akan tetapi, setinggi apapun pendidikan seorang perempuan, setinggi apapun jabatan seorang perempuan, hendaknya jangan hingga melupakan atau meninggalkan kiprah utamanya sebagai perempuan. Dan alangkah tepat kiprah seorang perempuan ketika ia mempu memanage dan membina hidup keluarganya juga bisa berperan aktif dalam lingkungannya tanpa penopengan diri dan menipu diri sendiri demi sebuah gengsi dan popularitas belaka.
Demikianlah postingan mengenai sosok RA Kartini di zaman modern. Semoga bisa menginspirasi dan bisa merefleksi dari dongeng pejuang perempuan yang satu ini khususnya dalam dilema memanusiakan perempuan. Mudah-mudahan bermanfaat.
Refleksi Hari Kartini
Dari sejarah kita mengenal sosok R.A. Kartini sebagai seorang pejuang kaum perempuan yang mendapat perlakuan diskriminasi pada zamannya yaitu diskriminasi hak dalam bidang pendidikan. Dimana seorang perempuan hanya bertugas mengurus rumah tangga (dapur, sumur, dan kasur) dan dipandang tidak berhak atas pendidikan. Memang benar dan sebuah hakikat bahwa seorang perempuan hendaknya ia mengurus keluarga sebab lingkungan keluarga ialah pranata terkecil sekaligus menjadi daerah pendidikan pertama dan paling erat yang menjadi titik awal kehidupan bangsa. Akan tetapi pembatasan hak perempuan untuk mengenyam dingklik pendidikan tentu bukan hal yang baik. Dan emansipasi perempuan dalam menempuh pendidikan bukan hal yang jelek sebab dengan pendidikan kita diajarkan bagaimana menjadi manusia.Baca juga: Biografi R.A. Kartini (1879-1904)
Kita pernah mendengar ada pepatah menyampaikan “wanita ialah tiang Negara”, yang bermakna bahwa perempuan memegang peranan penting dalam membangun huruf dan kehidupan bangsa. Dari rahim seorang perempuan yang kita sebut “ibu” akan lahir manusia-manusia yang akan menjiplak apa yang dilihatnya. Ketika seorang anak dilahirkan di lingkungan keras (kekurangan ekonomi), ia akan berguru memperhatikan hidup dengan apa yang ada. Ketika seorang anak dilahirkan di lingkungan mewah, ia akan menjadi pemalas dan manja, ketika anak hidup dalam kasih sayang, ia akan berguru bagaimana mencintai orang lain. Peran perempuan utama ialah bagaimana ia bisa menjadi teladan, pendidikan pertama bagi anak, dan bagaimana ia menjalankan tugasnya sebagai seorang perempuan terutama di lingkungan keluarga. Akan tetapi, pembatasan hak memperoleh pendidikan pada perempuan sanggup membelenggu kiprah perempuan terutama di zaman modern menyerupai kini ini. Hal yang paling sederhana ialah ketika anak mendapat PR dari sekolah, sedangkan ibu tidak bisa membantu penyelesaiannya apalagi tidak bisa membaca sebab keterbatasan pendidikan. Pada akhirnya, menimbulkan ketergantungan pada orang lain yang lebih besar.
Arti Pendidikan bagi Kaum Perempuan
Arti pendidikan bagi kaum perempuan lebih penting ketika tengah menyangkut masalah psikologi dan gengsi di lingkungan masyarakat. Apa jadinya jika seorang ibu melahirkan anak yang cacat jauh dari harapan. Bagi mereka yang lebih mementingkan gengsi dan pandangan masyarakat, itu bisa menjadi malu keluarga yang sanggup menimbulkan penolakan hingga hilang akreditasi sebagai anggota keluarga. Tapi, bagi mereka yang berpendidikan tentu akan mengerti dan mengambil perilaku yang bijak. Bahkan mencari jalan bagi anaknya yang “istimewa” menjadi seseorang yang berkualitas melebihi orang normal lainnya. Di sinilah arti penting pendidikan, bagaimana memanusiakan manusia, bagaimana memperlakukan insan secara lebih manusiawi, menjadi insan yang bermanfaat tapi tidak untuk dimanfaatkan, menjadi insan mempunyai kegunaan tapi tidak untuk disalah gunakan.Akan tetapi, hal ini tidak berarti perlakuan seorang ibu yang menyuruh anaknya membantu pekerjaan rumah ataupun ikut berdagang, bertindak tidak manusiawi. Justru merekalah Kartini Indonesia. Mereka iku mencari nafkah untuk hidup keluarga. Wanita-wanita perkasa yang bisa memikul beban berat di atas bahu untuk biaya sekolah putra putri mereka. Wanita yang ketika pagi menjelang, bergegas menyalakan asap tungku/kompor untuk sarapan keluarga. Berlari mengejar waktu hingga petang menjelang. Mengajarkan tata krama dan bahasa meski tak sefasih mereka yang menamakan diri sebagai kaum borju, sebagai kaum elit, sebagai kaum ningrat. Mereka yang secara aktual mengajarkan bagaimana menjadi perempuan tegar, bagaimana menjadi perempuan yang tidak hanya menjalankan kodrat dan tugasnya dalam keluarga tetapi juga memahami arti penting pendidikan demi masa depan putra putri mereka.
Bukan wanita-wanita yang berkebaya sutra, bersanggul indah, berhias cincin emas intan permata, bersepatu kaca, berjalan layaknya putrid keratin, hingga duduk bagus bergosip sana sini dan menilai seseorang hanya dari status sosialnya saja. Mendalami bagaimana sosok Kartini kini ini, tidak lepas dari emansipasi perempuan yang ketika ini telah merambah di banyak sekali sisi kehidupan.
Dari kiprah sebagai guru, pedagang, polisi, menjadi kuli panggung, tukang becak, pencari pasir, maupun pekerjaan berat/kasar yang biasanya dilakukan pria pun kini dijalani oleh sosok seorang wanita. Bahkan jabatan politik pemerintahan tidak jauh dari kiprah perempuan, baik dalam kiprahnya sebagai kepala desa, bupati/walikota, anggota legislatif, eksekutif, bahkan forum yudikatif sebagai hakim.
Akan tetapi, setinggi apapun pendidikan seorang perempuan, setinggi apapun jabatan seorang perempuan, hendaknya jangan hingga melupakan atau meninggalkan kiprah utamanya sebagai perempuan. Dan alangkah tepat kiprah seorang perempuan ketika ia mempu memanage dan membina hidup keluarganya juga bisa berperan aktif dalam lingkungannya tanpa penopengan diri dan menipu diri sendiri demi sebuah gengsi dan popularitas belaka.
Demikianlah postingan mengenai sosok RA Kartini di zaman modern. Semoga bisa menginspirasi dan bisa merefleksi dari dongeng pejuang perempuan yang satu ini khususnya dalam dilema memanusiakan perempuan. Mudah-mudahan bermanfaat.