Seputar Nuzulul Qur’An Dan Lailatul Qadar
Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar - Pada postingan kali ini, Membumikan pendidikan akan share perihal Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qadar. Bahwa selagi ia (Nabi Muhammad SAW) genap 40 tahun, dimana suatu awal kematangan dan ada yang beropini pada usia inilah para Rasul diangkat menjadi Rasul. Maka mulai tampak gejala nubuwah yang menyembul dari balik kehidupan pada diri beliau. Di antara gejala itu ialah mimpi yang hakiki. Selama 6 bulan mimpi yang ia alami itu hanya ibarat fajar subuh yang menyingsing. Mimpi ini termasuk salah satu bab dari 46 bab dari nubuwah. Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan (kontemplasi) di Gua Hira, Allah berkehendak untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada penghuni bumi, memuliakan ia dengan nubuwah dan menurunkan Jibril kepada ia dengan membawa ayat-ayat al-Qur'an (Lihat Fathul Bari Ibnu Hajar, 1/27).
Dalam redaksi Syaikh al-Mubarakfuri dalam al-Rahiqul Makhtum (Sirah Nabawiyah, 62) menciptakan ketetapan mengenai hari itu, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 dari bulan Ramadhan, atau bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 610 M. Usia ia dikala itu genap 40 tahun lebih 6 bulan 12 hari menuru perhitungan kalender Hijriyah, atau 39 tahun lebih 3 bulan 20 hari berdasarkan perhutungan kalender Syamsiyah. Ada perbedaan pendapat di antara pakar wacana penentuan harinya dari bulan Ramadhan. Dalam Mukhtashar Siratir Rasul Syaikh Abdullah an-Najdi dan Rahmah Lil 'Alamin 1/49, ada yang beropini pada hari ke tujuh, ada pula hari ke tujuh belas, ada pula pada hari ke delapan belas. Al-Khadhri dalam Mudharat-nya menegaskan pada hari ke tujuh belas. Sehingga tanggal tersebut kita kenal dengan insiden “Nuzulul Quran”. Tanggal ini sanggup kita buktikan dari al-Quran sendiri, yaitu dalam firman Allah Swt.
Para mufassir mengatakan, yang dimaksud dengan kalimat “…bertemunya dua pasukan…” ialah pasukan Islam dan kafir dalam perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah.
Allah juga berfirman:
Dalam redaksi Syaikh al-Mubarakfuri dalam al-Rahiqul Makhtum (Sirah Nabawiyah, 62) menciptakan ketetapan mengenai hari itu, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 dari bulan Ramadhan, atau bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 610 M. Usia ia dikala itu genap 40 tahun lebih 6 bulan 12 hari menuru perhitungan kalender Hijriyah, atau 39 tahun lebih 3 bulan 20 hari berdasarkan perhutungan kalender Syamsiyah. Ada perbedaan pendapat di antara pakar wacana penentuan harinya dari bulan Ramadhan. Dalam Mukhtashar Siratir Rasul Syaikh Abdullah an-Najdi dan Rahmah Lil 'Alamin 1/49, ada yang beropini pada hari ke tujuh, ada pula hari ke tujuh belas, ada pula pada hari ke delapan belas. Al-Khadhri dalam Mudharat-nya menegaskan pada hari ke tujuh belas. Sehingga tanggal tersebut kita kenal dengan insiden “Nuzulul Quran”. Tanggal ini sanggup kita buktikan dari al-Quran sendiri, yaitu dalam firman Allah Swt.
“…jika kau beriman kepada Allah dan kepada yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu hari bertemunya dua pasukan…” (QS. al-Anfal: 41)
Para mufassir mengatakan, yang dimaksud dengan kalimat “…bertemunya dua pasukan…” ialah pasukan Islam dan kafir dalam perang Badar yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah.
Allah juga berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi insan dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS. Al-Baqarah: 185)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.
Perihal Lailatul Qadar
- 1. Keutamaan Lailatul Qadar
Malam qadar ialah malam yang paling utama sepanjang tahun berdasarkan firman Allah Swt: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kau Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. al-Qadar: 1-3).
Malam kemuliaan sebagaimana dalam ayat di atas dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadar yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, alasannya ialah pada malam itu permulaan turunnya al-Quran. Maksudnya, berinfak pada malam tersebut berupa shalat, dzikir dan membaca al-Quran, lebih utama dari amalan selama seribu bulan yang tidak memiliki Lailatul Qadar.
- 2. Sunnah Mengintainya
Disunnahkan mencari Lailatul Qadar itu pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Nabi Saw sangat ulet mencari ketika dikala itu pada sepuluh hari yang terakhir. Dan telah disebutkan hadits-hadits pada ulasan-ulasan terdahulu bahwa bila tiba puluhan terakhir, Nabi Saw meramaikan malamnya, membangunkan keluarganya dan mempererat sarungnya.
- 3. Di Malam Keberapa Jatuhnya
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam memilih malam Lailatul Qadar. Di antaranya adalah:
Mereka ada yang menyampaikan bahwa ia ialah malam ke dua puluh satu, ada pula yang menyampaikan malam ke dua puluh tiga, ada yang beropini malam ke dua puluh lima, dan ada yang malam ke dua puluh Sembilan. Serta ada yang menyampaikan bahwa ia berpindah-pindah pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh hari yang terakhir. Tetapi kebanyakan mereka beropini bahwa jatuhnya ialah pada malam ke dua puluh tujuh. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang sah dari Ibnu Umar r.a katanya, telah bersabda Rasulullah Saw:
Mereka ada yang menyampaikan bahwa ia ialah malam ke dua puluh satu, ada pula yang menyampaikan malam ke dua puluh tiga, ada yang beropini malam ke dua puluh lima, dan ada yang malam ke dua puluh Sembilan. Serta ada yang menyampaikan bahwa ia berpindah-pindah pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh hari yang terakhir. Tetapi kebanyakan mereka beropini bahwa jatuhnya ialah pada malam ke dua puluh tujuh. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang sah dari Ibnu Umar r.a katanya, telah bersabda Rasulullah Saw:
“Barang siapa mencarinya, hendaknya dicarinya pada malam ke dua puluh tujuh”
- 4. Beibadah dan Berdoa di Malamnya
“Barang siapa yang beribadah pada malam Qadar alasannya ialah kepercayaan dan mengharapkan keridhaan Allah, diampunilah dosa-dosanya yang terdahulu”.
Diriwayatkan pula dari Aisyah r.a oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan juga oleh Imam Tirmidzi yang menyatakan sahnya, katanya:
“Saya bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana pendapat anda seandainya saya mengetahui malam jatuhnya Lailatul Qadar itu, apakah yang harus saya ucapkan waktu itu? Maka jawab Nabi: Katakanlah: Ya Allah, sebenarnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah daku ini”.
Demikianlah uraian mengenai seputar nuzulul Qur'an dan Lailatul Qadar. Semoga sanggup bermanfaat dan sanggup menambah wawasan keislaman sahabat-sahabat membumikan pendidikan.